• Gua Maria Paroki Lodalem
  • Pelayanan Sakramen Ekaristi
  • Altar Paroki Lodalem
  • Perayaan Ekaristi

Paskah Dan HUT Tahun ke-40

Posted on 11:17 PM by paroki_lodalem

Paskah 19 April 1965, delapan siswa SD Katolik Arjosari dibaptis. Tahun 1968, wilayah Desa Arjosari menjadi Stasi St Yohanes Arjosari. Akhir 1970, gereja stasi berdiri di Dusun Lodalem, Desa Arjowilangun.

Ketika gereja berdiri, wilayah stasi ini mencakup Desa Arjosari dan Desa Arjowilangun, Kecamatan Kalipare, Kabupaten Malang. Stasi ini merupakan bagian dari Paroki Ratu Damai Purworejo, Keuskupan Malang. Gereja paroki ini terletak di Kecamatan Donomulyo, sebelah selatan Kecamatan Kalipare. Dari Malang, Donomulyo sekitar 60 kilometer. Kedua kecamatan ini, di sebelah barat, berbatasan dengan Kabupaten Blitar. Kondisi geografis kedua wilayah berupa pegunungan kapur, dan wilayah Donomulyo berakhir di pantai selatan.

Malam Natal 1970, untuk pertama kali Gereja Lodalem dipakai untuk Perayaan Ekaristi, dan diresmikan pada 27 Juni 1971 oleh Uskup Malang Mgr H.E.J. Albers OCarm. Empat minggu sesudahnya, 21 Juli, stasi ini dijadikan paroki dengan nama St Maria Annunciata Lodalem.

Wilayahnya, ditambah dengan Stasi Sumber Pucung, yang terletak di Kecamatan Sumber Pucung, sebelah utara Kalipare, 35 kilometer dari Kota Malang, atau 40 kilometer dari Kota Blitar. Di tepi jalan raya Malang-Blitar, sebelah barat kota kecamatan Sumber Pucung, terdapat Desa Karang Kates, di mana Bendungan Sutami dibangun dan diresmikan pada tahun 1977.

Lodalem berada di arah barat daya Karang Kates, sekitar tujuh kilometer. Angkutan umum menuju Lodalem tidak selalu ada. Dari Terminal Karang Kates, Gereja Lodalem dapat ditempuh dengan ojek. Jika hari masih terang dan tidak hujan, ongkos ojek Rp 15.000, melewati portal Bendungan, kemudian memasuki hutan jati. Pukul 19.00, akses ini ditutup, hanya penduduk yang diizinkan lewat.

Jalan menuju Lodalem beraspal mulus. Akhir Maret lalu, di lahan-lahan kosong dan di sela-sela pohon jati, tanaman jagung tumbuh subur. Tanah itu milik Perhutani. Namun, penduduk diizinkan bercocok tanam. Jati-jati ini baru berumur sekitar tujuh tahun.

Lohuis-Lodalem

Terbentuknya dua paroki, Ratu Damai Purworejo dan Maria Annunciata Lodalem, tidak bisa dilepas dari sosok imam Karmelit asal Belanda, Hubertus G.JA. Lohuis OCarm. Pastor kelahiran Ootmarsum, 25 Agustus 1924 ini datang ke Indonesia pada 3 Mei 1951. Setelah menempuh pendidikan sebagai Karmelit di Malang, ia ditahbiskan menjadi imam, 19 Desember 1954. Ia dikenal sebagai imam yang tekun dan setia mencari umat yang tersebar akibat pendudukan Jepang.

Tahun 1926, di Balearjosari, daerah perkebunan di Malang Selatan, pernah berdiri gereja. Orang Jawa di paroki ini berjumlah sekitar 500 orang, tercerai berai, ketika para misionaris ditawan oleh tentara Jepang. Saat ini, gereja ini tinggal menyisakan puing-puing. Kabar dari mulut ke mulut, mereka tersebar di perkebunan di wilayah Donomulyo. Tahun 1950-an, Romo Lohuis berkeliling ke dari desa ke desa mencari mereka, dengan menggunakan sepeda motor atau “jeep”. Satu per satu, mereka ditemukan. Sosok Lohuis yang dikenal murah hati karena membantu warga miskin, antara lain memberi pakaian, membuat ia mudah diterima. Paroki Purworejo didirikan pada tahun 1960. Romo Lohuis pun ditugaskan menjadi pastor paroki pertama di tempat ini.

Ketika paroki ini didirikan, tidak ada petunjuk akan adanya umat Katolik di wilayah yang kini menjadi Paroki Lodalem. Jika 11 tahun kemudian wilayah ini menjadi paroki, adalah karena baptisan baru. Dan, awalnya adalah siswa Sekolah Rakyat (SR) Katolik St Yohanes Arjosari.

SR Katolik ini didirikan di Dusun Sidodadi pada 1961, atas permintaan Kepala Desa Arjosari. Waktu itu, SR di desa ini hanya ada satu, di Dusun Sumbertimo, tujuh kilometer dari Sidodadi.

M. Gino, guru pertama yang dikirim ke sekolah ini, mengisahkan, ia satu-satunya orang Katolik. Dengan bekal seadanya, seperti dituturkannya, ia mengajar agama Katolik kepada anak-anak dan orangtua pada hari Minggu. Tiga bulan sekali Romo Lohuis menempuh perjalanan 28 kilometer untuk merayakan Ekaristi di tempat ini.

Perkembangan pesat jumlah umat terjadi antara 1965-1968. Banyak warga yang tidak punya identitas keagamaan ketakutan setelah peristiwa G30SPKI. Dan, Romo Lohuis membaptis mereka yang ingin menjadi Katolik, tanpa pelajaran agama yang memadai, demi menyelamatkan mereka. Tetapi, masalah demi masalah bermunculan: istilah Tritunggal dijadikan tuduhan orang Katolik menyembah tiga Allah, penolakan pemakaman, hingga anggapan bahwa orang Katolik yang disunat berarti pindah agama.

Meskipun ada yang tidak bertahan, sebagian besar tekun mengikuti katekese, hingga akhirnya didirikan Paroki Lodalem, tahun 1971. Lagi-lagi, Romo Lohuis ditunjuk menjadi pastor paroki di Lodalem.

Tahun 2011: Mandiri

Dua tahun berkarya di Lodalem, Romo Lohuis wafat akibat serangan jantung, pada hari Rabu Wage, 8 Agustus 1973. Jenazahnya dimakamkan di kompleks Gereja Lodalem, sesuai dengan permintaannya. Umat pun mengenangnya dengan cara sederhana. “Lodalem berasal dari kata Lo dan Dalem. Lo adalah nama sejenis pohon, dan Dalem berarti Rumah. Jika Huis dalam bahasa Belanda berarti Rumah, maka Lodalem sama dengan Lohuis.” Kutipan populer untuk menggambarkan sosoknya adalah: “Kalau kami pernah gila, kegila-gilaan itu hanya karena kepentingan Allah.” (2Kor 5:13)

Setelah Romo Lohuis, 24 imam Karmelit pernah berkarya di tempat ini. Masing-masing dengan “kegilagilaan” masing-masing. Misalnya, Pastor Leonardus Djawa OCarm pernah mengajak kaum muda turut memeriahkan takbir akbar Idul Fitri, dengan mengendarai mobil pastoran. Pastor Bernardus Soedarmojo OCarm membongkar gereja dengan alasan terlalu dekat jalan dan tembok sudah retak-retak. Ia membangun gereja berbentuk joglo, 30 meter dari jalan. Ia juga mengganti nama menjadi Paroki Hati Tersuci Maria, meskipun akhirnya karena alasan hukum, pada tahun 2009 dikembalikan ke nama semula.

Saat ini, Paroki Lodalem digembalakan Pastor Petrus Pahala Hasudungan OCarm. “Kegila-gilaan” yang didengungkan adalah kemandirian. Selain getol mendampingi paguyuban peternak, bersama Dewan Paroki ia membuat gerakan jimpitan beras/tepung singkong, “jimpitan” uang receh, dan amplop partisipasi umat. Meski menimbulkan pertentangan di kalangan umat, terbukti tahun ini Paroki Lodalem sudah mampu membiayai kegiatan paroki tanpa subsidi dari keuskupan.

Jumlah umat Paroki Lodalem saat ini 482 KK/1.662 jiwa, tersebar di delapan Paguyuban Umat Beriman (tujuh stasi, satu wilayah). Menjelang Paskah ke-45 sejak baptisan pertama, mereka menyiapkan yang terbaik untuk menyambut tetangga yang akan berkunjung. Di Stasi Maria Bunda Karmel Tumpak Rejo, di bukit tertinggi di wilayah ini, tradisi kunjungan pada saat Paskah tidak ada bedanya dengan Lebaran. Makanan pokok masyarakat Desa Tumpak Rejo, tiwul dan jagung.


Penulis: Benidiktus W., Laporan: Benny Sabdo Sumber : http://www.hidupkatolik.com/2011/05/23/paroki-maria-annunciata-lodalem-paskah-tahun-ke-40

No Response to "Paskah Dan HUT Tahun ke-40"

Leave A Reply